Selasa, 30 Juli 2013

urtikaria

Urtikaria atau biduran adalah penyakit alergi yang sangat mengganggu dan membuat penderita atau dokter kadang frustasi. Frustasi karena pada keadaan tertentu gangguan ini sering hilang timbul tanpa dapat diketahui secara pasti penyebabnya. Kesulitan mencari penyebab ini terjadi karena faktor yang berpengaruh sangat banyak dan sulit dipastikan. Secara umum yang mendasari utama biasanya adalah penderita memang punya bakat alergi kulit yang didasari oleh alergi makanan dan dipicu oleh hilang timbulnya infeksi virus dalam tubuh (gejalanya demam, sumeng atau tanpa demam, pilek, badan pegal  (sering dikira kecapekan), batuk atau gangguan saluran cerna).
Bila dalam keadaan sehat pengaruh alergi makanan sangat ringan atau bila tidak cermat seperti tanpa gejala. Tetapi hal yang ringan bila tidak dikenali ditambah berbagai faktor resiko dan bila terjadi infeksi virus maka urtikaria baru akan timbul. Sayangnya alergi makanan sebagai penyakit mendasari ini tidak bisa dipastikan dengan tes alergi, karena tes alergi spesifitasnya rendah bila untuk mencari penyebab alergi makanan. Hal inilah yang membuat penanganan urtikaria lebih sulit lagi, khususnya dalam mencari penyebabnya. Pemberian obat jangka panjang adalah bentuk kegagalan mencari penyebabnya. Bila urtikaria ini sudah terjadi jangka panjang maka bila penderita mengalami serangan flu atau infeksi virus ringan saja akan dapat memicu kekambuhannya.
Urtikaria
  • Urtikaria merupakan penyakit yang sering ditemukan, diperkirakan 3,2-12,8% dari populasi pernah mengalami urtikaria.  
  • Urtikaria adalah erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila ditekan, dan disertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara akut, kronik, atau berulang.  
  • Urtikaria akut biasanya berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari (kurang dari 6 minggu) dan umumnya penyebabnya dapat diketahui. Urtikaria kronik, yaitu urtikaria yang berlangsung lebih dari 6 minggu, dan urtikaria berulang biasanya tidak diketahui pencetusnya dan dapat berlangsung sampai beberapa tahun. Urtikaria kronik umumnya ditemukan pada orang dewasa.  
  • Urtikaria juga dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu imunologi, anafilaktoid dan penyebab fisik. Reaksi imunologi dapat diperantarai melalui reaksi hipersensitivitas tipe I, tipe II atau III. Sedangkan reaksi anafilaktoid dapat disebabkan oleh angioedema herediter, aspirin, zat yang menyebabkan lepasnya histamin seperti zat kontras, opiat, pelemas otot, obat vasoaktif dan makanan (putih telur, tomat, lobster). Secara fisik, urtikaria dapat berupa dermatografia, cold urticaria, heat urticaria, solar urticaria, pressure urticaria, vibratory angioedema, urtikaria akuagenik dan urtikaria kolinergik.

Urticaria pada penderita dengan infeksi virus
Urticaria

MEKANISME TERJADINYA PENYAKIT 
  • Pada gangguan urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh darah dermal di bawah kulit dan edema (pembengkakan) dengan sedikit infiltrasi sel perivaskular, di antaranya yang paling dominan adalah eosinofil. Kelainan ini disebabkan oleh mediator yang lepas, terutama histamin, akibat degranulasi sel mast kutan atau subkutan, dan juga leukotrien dapat berperan.
  • Histamin akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulit sehingga kulit berwarna merah (eritema). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga cairan dan sel, terutama eosinofil, keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan pembengkakan kulit lokal. Cairan serta sel yang keluar akan merangsang ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol merah yang gatal.
  • Bila pembuluh darah yang terangsang adalah pembuluh darah jaringan subkutan, biasanya jaringan subkutan longgar, maka edema yang terjadi tidak berbatas tegas dan tidak gatal karena jaringan subkutan mengandung sedikit ujung saraf perifer, dinamakan angioedema. Daerah yang terkena biasanya muka (periorbita dan perioral).
    Urtikaria disebabkan karena adanya degranulasi sel mast yang dapat terjadi melalui mekanisme imun atau nonimun.
  • Degranulasi sel mast dikatakan melalui mekanisme imun bila terdapat antigen (alergen) dengan pembentukan antibodi atau sel yang tersensitisasi. Degranulasi sel mast melalui mekanisme imun dapat melalui reaksi hipersensitivitas tipe I atau melalui aktivasi komplemen jalur klasik.
  • Faktor infeksi pada tubuh diantaranya infeksi viru (demam, batuk dan pilek) merupakan faktor pemicu pada urtikaria yang paling sering terjadi namun sering diabaikan
  • Beberapa macam obat, makanan, atau zat kimia dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast. Zat ini dinamakan liberator histamin, contohnya kodein, morfin, polimiksin, zat kimia, tiamin, buah murbei, tomat, dan lain-lain. Masih belum jelas mengapa zat tersebut hanya merangsang degranulasi sel mast pada sebagian orang saja, tidak pada semua orang.
  • Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin), gesekan atau tekanan (dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran (vibrasi) dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast.
  • Latihan jasmani (exercise) pada seseorang dapat pula menimbulkan urtikaria yang dinamakan juga urtikaria kolinergik. Bentuknya khas, kecil-kecil dengan diameter 1-3 mm dan sekitarnya berwarna merah, terdapat di tempat yang berkeringat. Diperkirakan yang memegang peranan adalah asetilkolin yang terbentuk, yang bersifat langsung dapat menginduksi degranulasi sel mast.
  • Faktor psikis atau stres pada seseorang dapat juga menimbulkan urtikaria. Bagaimana mekanismenya belum jelas.
MANIFESTASI KLINIS
  • Klinis tampak bentol (plaques edemateus) multipel yang berbatas tegas, berwarna merah dan gatal. Bentol dapat pula berwarna putih di tengah yang dikelilingi warna merah. Warna merah bila ditekan akan memutih. Ukuran tiap lesi bervariasi dari diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk sirkular atau serpiginosa (merambat).
  • Tiap lesi akan menghilang setelah 1 sampai 48 jam, tetapi dapat timbul lesi baru.
  • Pada dermografisme lesi sering berbentuk linear, pada urtikaria solar lesi terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Pada urtikaria dingin dan panas lesi akan terlihat pada daerah yang terkena dingin atau panas. Lesi urtikaria kolinergik adalah kecil-kecil dengan diameter 1-3 milimeter dikelilingi daerah warna merah dan terdapat di daerah yang berkeringat. Secara klinis urtikaria kadang-kadang disertai angioedema yaitu pembengkakan difus yang tidak gatal dan tidak pitting dengan predileksi di muka, daerah periorbita dan perioral, kadang-kadang di genitalia. Kadang-kadang pembengkakan dapat juga terjadi di faring atau laring sehingga dapat mengancam jiwa.
Udara dingin dan debu bukan penyebab
Selama ini penderita menganggap bahwa penyebab urtikaria adalah udara dingin dan debu. Padahal udara dingin hanya sebagai faktor yang memperberat. Sedangkan debu bisa mengganggu kulit dengan bentuk yang berbeda, bila penyebabnya debu hanya timbul 2-6 jam setelah itu menghilang. Debu sebagai penyebab hanya dalam jumlah banyak seperti   rumah yang tidak ditinggali lebih dari seminggu, bila bongkar-bongkar kamar, bila terdapat karpet tebal yang permanen, bila masuk gudang, boneka atau baju yang lama disimpan dallam gudang atau lemari.
Faktor Resiko Yang memperberat Urtikaria :
  • INFEKSI (panas, batuk, pilek)
  • AKTIFITAS MENINGKAT (menangis, berlari, tertawa keras)
  • UDARA DINGIN
  • UDARA PANAS
  • STRES
  • GANGGUAN HORMONAL: (kehamilan, menstruasi)
Faktor pemicu tidak akan berpengaruh bila penyebab utama alergi tidak ada. Artinya, bila penyebabnya alergi makanan tidak ada atau dikendalikan maka udara dingin, udara panas, stres, infeksi virus,  dan lain sebagainya tidak akan berpengaruh. Jadi, udara dingin dan faktor pemicu lainnya hanya memperberat bukan penyebab utama.
DIAGNOSIS
  • Diagnosis ditegakkan secara klinis berdasarkan inspeksi kulit yaitu adanya lesi khas berupa bentol berwarna merah, berbatas tegas, gatal, memutih bila ditekan. Yang sulit adalah mencari etiologinya.
    Untuk menemukan etiologi perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan terinci serta pemeriksaan fisis lengkap. Anamnesis terhadap faktor lingkungan seperti debu, tungau debu rumah, binatang peliharaan, tumbuh-tumbuhan, karpet, sengatan binatang, serta faktor makanan termasuk zat warna, zat pengawet, obat-obatan, faktor fisik seperti dingin, panas, cahaya dan sebagainya perlu ditelusuri.
    Pemeriksaan fisis yang menunjukkan bentuk khas dapat diduga penyebabnya seperti lesi linear, lesi kecil-kecil di daerah berkeringat, dan lesi hanya pada bagian tubuh yang terbuka. Bila dari anamnesis dan pemeriksaan fisis belum dapat ditegakkan etiologinya, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang.
Bagaimana mendeteksi bahwa Makanan berperanan dalam urtikaria
Alergi makanan dapat dicurigai ikut berperanan dalam gangguan urtikaria bila terdapat gangguan saluran cerna. Gangguan saluran cerna yang terjadi adalah :
  • Pada Bayi :  bayi mengalami Gastrooesepageal Refluks,  Sering MUNTAH/gumoh, kembung,“cegukan”, buang angin keras dan sering, sering rewel gelisah (kolik) terutama malam hari, BAB > 3 kali perhari, BAB tidak tiap hari. Feses warna hijau,hitam dan berbau.  Sering “ngeden & beresiko Hernia Umbilikalis (pusar), Scrotalis, inguinalis. Air liur berlebihan. Lidah/mulut sering timbul putih, bibir kering
  • Pada Anak dan dewasa : Keluhan muntah sejak bayi berkurang tetapi masih ada. Pada usia dewasa masih sering mengalami mudah muntah bila menangis, berlari atau makan banyak atau bila naik kendaran bermotor, pesawat atau kapal. MUAL pagi hari bila hendak gosok gigi atau sedang disuap makanan. Sering Buang Air Besar (BAB)  3 kali/hari atau lebih, sulit BAB (obstipasi), kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin, berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin dan buang angin bau tajam. Sering NYERI PERUT. Pada penderita dewasa sering megalami gejala penyakit “Maag”.
DIAGNOSIS BANDING
  • Angioedema herediter Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang tidak disertai urtikaria. Pada kelainan ini terdapat edema subkutan atau submukosa periodik disertai rasa sakit dan terkadang disertai edema laring. Edema biasanya mengenai ekstremitas dan mukosa gastrointestinalis yang sembuh setelah 1 sampai 4 hari. Pada keluarga terdapat riwayat penyakit yang serupa. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan kadar komplemen C4 dan C2 yang menurun dan tidak adanya inhibitor C1-esterase dalam serum.
  • Sengatan serangga multipel Pada sengatan serangga akan terlihat titik di tengah bentol, yang merupakan bekas sengatan serangga.
  
Pressure urticaria 
 
Urticaria pigmentosa (Darier sign). 
Urticaria pigmentosa.

Urticaria pigmentosa.

Urticaria pigmentosa.Urticaria pigmentosa. 

Urticaria pigmentosa.

PENGOBATAN
  • Pengobatan yang palin utama adalah ditujukan pada penghindaran faktor penyebab dan pengobatan simtomatik.
  • Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distres pernafasan, asma atau edema laring, mula-mula diberi larutan adrenalin 1% dengan dosis 0,01 ml/kgBB subkutan (maksimum 0,3 ml), dilanjutkan dengan pemberian antihistamin penghambat H1 (lihat bab tentang medikamentosa). Bila belum memadai dapat ditambahkan kortikosteroid.
  • Pada urtikaria akut lokalisata cukup dengan antihistamin penghambat H1.
  • Urtikaria kronik biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah tetap identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, namun hal ini juga sulit dilakukan. Untuk ini selain antihistamin penghambat H1 dapat dicoba menambahkan antihistamin penghambat H2. Kombinasi lain yang dapat diberikan adalah antihistamin penghambat H1 non sedasi dan sedasi (pada malam hari) atau antihistamin penghambat H1 dengan antidepresan trisiklik. Pada kasus berat dapat diberikan antihistamin penghambat H1 dengan kortikosteroid jangka pendek.
  • Bila pada penderita terjadi gangguan saluran cerna (seperti gejala yang tersebut di atas) maka sangat mungkin alergi makanan ikut berperanan memperberat gangguan urtikaria yang ada.  Untuk menanganinya lakukan eliminasi makanan beresiko (lihat topik mencari penyebab alergi makanan)  dalam waktu 3 minggu secara ketat dan dilakukan evaluasi
PROGNOSIS 
  • Pada umumnya prognosis urtikaria adalah baik, dapat sembuh spontan atau dengan obat.
  • Tetapi karena urtikaria merupakan bentuk kutan anafilaksis sistemik, dapat saja terjadi obstruksi jalan nafas karena adanya edema laring atau jaringan sekitarnya, atau anafilaksis sistemik yang dapat mengancam jiwa.
 DAFTAR PUSTAKA
  • Zuberbier T, Maurer M. Urticaria: current opinions about etiology, diagnosis and therapy. Acta Derm Venereol. 2007;87(3):196-205.
  • Irinyi B, Szeles G, Gyimesi E, Tumpek J, Heredi E, Dimitrios G, et al. Clinical and laboratory examinations in the subgroups of chronic urticaria. Int Arch Allergy Immunol. 2007;144(3):217-25.
  • Chang S, Carr W. Urticarial vasculitis. Allergy Asthma Proc. Jan-Feb 2007;28(1):97-100.
  • Guldbakke KK, Khachemoune A. Etiology, classification, and treatment of urticaria. Cutis. Jan 2007;79(1):41-9.
  • Smith PF, Corelli RL. Doxepin in the management of pruritus associated with allergic cutaneous reactions. Ann Pharmacother. May 1997;31(5):633-5.
  • Beltrani VS. Urticaria: reassessed. Allergy Asthma Proc. May-Jun 2004;25(3):143-9.
  • Pollack CV Jr, Romano TJ. Outpatient management of acute urticaria: the role of prednisone. Ann Emerg Med. Nov 1995;26(5):547-51.
  • Powell RJ, Du Toit GL, Siddique N, Leech SC, Dixon TA, Clark AT, et al. BSACI guidelines for the management of chronic urticaria and angio-oedema. Clin Exp Allergy. May 2007;37(5):631-50.
  • Kulthanan K, Jiamton S, Thumpimukvatana N, Pinkaew S. Chronic idiopathic urticaria: prevalence and clinical course. J Dermatol. May 2007;34(5):294-301.
  • Brown NA, Carter JD. Urticarial vasculitis. Curr Rheumatol Rep. Aug 2007;9(4):312-9.
  • Zuberbier T, Bindslev-Jensen C, Canonica W, Grattan CE, Greaves MW, Henz BM, et al. EAACI/GA2LEN/EDF guideline: management of urticaria. Allergy. Mar 2006;61(3):321-31.
  • Lin RY, Curry A, Pesola GR, Knight RJ, Lee HS, Bakalchuk L, et al. Improved outcomes in patients with acute allergic syndromes who are treated with combined H1 and H2 antagonists. Ann Emerg Med. Nov 2000;36(5):462-8.
  • Jáuregui I, Ferrer M, Montoro J, Dávila I, Bartra J, del Cuvillo A, et al. Antihistamines in the treatment of chronic urticaria. J Investig Allergol Clin Immunol. 2007;17 Suppl 2:41-52.

0 komentar:

Posting Komentar